PELAYANAN DASAR PROGRAM BIMBINGAN
DAN KONSELING
“KESIAPAN PRIBADI”
Pelayanan dasar diartikan sebagai
proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan
pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara
sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan
tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai
standar kompetensi kemandirian)
yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan
dalam menjalani kehidupannya. Pelayanan ini bertujuan untuk
membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki
mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata
lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Untuk mencapai tujuan tersebut,
fokus perilaku konseli yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial,
belajar, dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya
membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar
kompetensi kemandirian). Penulis akan membahas salah satu materi pelayanan
dasar yang berkaitan dengan aspek pengembangan karir, yaitu kesiapan pribadi
(fisik-psikis, jasmaniah dan rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan.
Dalam
kehidupan sehari-hari setiap manusia pasti melakukan suatu pekerjaan karena bekerja bagi manusia adalah suatu
kebutuhan, baik untuk aktualisasi diri maupun untuk mengarungi kehidupan di
dunia. Bekerja disini bukan hanya bekerja dalam artian untuk
mencari nafkah namun melakukan
suatu aktivitas tertentu dalam keseharian sudah termasuk bekerja. Memasuki
dunia kerja sepertinya memang bukanlah hal sulit untuk dijalani, tetapi bukan
pula hal yang sepele untuk dilewati dan tidak dipersiapkan. Hal-hal yang perlu
dipersiapkan pada diri seseorang yang akan menghadapi pekerjaan (dalam hal ini
adalah para konseli), misalnya persiapan psikis-fisik atau jasmaniah-rohaniah.
Seseorang yang baru memasuki dunia kerja akan berada di lingkungan yang baru, dengan
situasi dan kondisi yang baru, serta orang-orang dengan kepribadian beragam
yang mungkin baru dikenalnya. Orang tersebut akan merasa dirinya berada di suatu
atmosfir yang asing baginya, hal ini akan berpengaruh terhadap psikisnya dan
tentu saja terhadap pekerjaannya jika dia tidak memiliki kesiapan mental
sebelumnya. Namun jika dia telah memiliki kesiapan mental maka mungkin akan
cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tersebut sehingga pekerjaannya
pun akan lancar. Oleh karena itu kesiapan psikis/rohaniah atau mental akan
berpengaruh dalam melakukan suatu pekerjaan. Selain persiapan psikis, persiapan fisik/jasmani juga
tidak kalah penting karena suatu
perusahaan juga akan mempertimbangkan masalah kesehatan para
calon karyawannya karena jika karyawan kondisi fisiknya kurang sehat maka akan
berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan tersebut. Selain itu orang yang
baru masuk dunia kerja akan memiliki rutinitas atau aktivitas baru yaitu pekerjaannya,
dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut selain menguras energi otak juga pasti
menguras tenaga. Jika orang tersebut tidak memiliki kesiapan fisik yang kuat
maka akan mudah sakit. Oleh karena itu
dalam menyongsong dunia pekerjaan kita harus memiliki kesiapan fisik-psikis
atau jasmaniah-rohaniah.
Hubungan Kesiapan Pribadi
dengan Siswa Sekolah Dasar
Seperti yang disebutkan di awal
bahwa bekerja disini bukan
hanya bekerja dalam artian untuk mencari nafkah namun melakukan suatu aktivitas tertentu dalam
keseharian sudah
termasuk bekerja. Aktivitas-aktivitas dalam keseharian
sangat banyak salah satunya adalah belajar. Karena belajar merupakan salah satu
aktivitas dan aktivitas termasuk dalam bekerja maka belajar juga memerlukan
kesiapan pribadi yaitu kesiapan fisik-psikis atau jasmaniah-rohaniah.
Di negara kita, umumnya seseorang
memasuki pendidikan sekolah mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Setelah
melewati TK A dan TK B, diharapkan anak siap untuk mengikuti pendidikan di SD. Sekolah
dasar bertanggung jawab memberikan pengalaman - pengalaman dasar kepada anak,
yaitu kemampuan dan kecakapan membaca, menulis dan berhitung, pengetahuan umum
serta perkembangan kepribadian, yaitu sikap terbuka terhadap orang lain, penuh
inisiatif, kreatifitas, dan kepemimpinan, ketrampilan serta
sikap bertanggung jawab. Dengan kesiapan itu, anak
diharapkan dapat mencapai kompetensi-kompetensi tersebut, anak yang telah memiliki
kesiapan mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil mengikuti
pendidikan pada jenjang selanjutnya dibandingkan anak-anak yang belum memiliki
kesiapan baik fisik maupun psikis. Seperti yang dikatakan oleh Lefrancois
(2000) bahwa peserta belajar yang telah siap untuk belajar hal-hal
yang lebih spesifik akan mendapatkan pengalaman belajar yang lebih banyak dan
kaya dibandingkan yang belum siap.
Istilah
kesiapan (readiness), dalam kamus Webster didiskripsikan sebagai:
1.
Kesiapan mental atau fisik untuk bertindak atau
menerima pengalaman.
2.
Yang tangkas/pantas, cakap, atau trampil.
3.
Immediate availability (Gredler,1992).
Istilah
kesiapan dan kematangan sekolah mempunyai pengertian yang sama, hal ini
didasari oleh pendapat Piaget (dalam Gredler,1992) yang menyatakan kedua
istilah ini mempunyai pengertian yang sama karena kesiapan tidak akan pernah
dapat tercapai tanpa kematangan. Untuk bisa dikatakan siap, tentu
saja ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Ada beberapa pandangan
dan tokoh yang memberikan sumbangan tentang kriteria kematangan
sekolah, diantaranya adalah:
1.
David Ausubel (1962) yang mendiskripsikan kematangan
sekolah sebagai kondisi tertentu yang tergantung pada pertumbuhan dan
kematangan serta pengalaman sosial anak. Menurutnya kesiapan sekolah adalah
suatu kondisi di mana:
·
Anak dapat belajar dengan mudah tanpa ketegangan
emosi.
·
Anak mampu menujukkan motivasinya karena
usahanya untuk belajar memberikan hasil yang sesuai.
2.
Strebel (dalam Mangunsong dkk, 1993) mengemukakan tujuh
kriteria kematangan sekolah sebagai berikut:
a.
Perkembangan fisik yang sudah matang.
b.
Derajat ketergantungan terhadap orang tua, terutama
sejauh mana keterikatan anak kepada ibunya.
c.
Pemilihan tugas sendiri sesuai dengan minatnya.
d.
Dapat menyelesaikan tugas yang diberikan maupun yang
dipilih sendiri.
e.
Ketepatan prestasi kerja, sehubungan dengan konsentrasi
dan perhatiannya terhadap pelajaran.
f.
Keteraturan dalam berpikir daan bertingkah laku secara
sosial, dalam bekerja kelompok dan teman-temannya.
g.
Perkembangan mental yang dapat diukur dengan tes
inteligensi dan tes kematangan sekolah.
Hal-hal
yang mempengaruhi kesiapan seseorang dalam belajar adalah:
1.
Kematangan fisik.
2.
Perkembangan keterampilan berpikir.
3.
Adanya motivasi.
1.
Kematangan fisik
Kesiapan
siswa dalam sudut pandang sehat fisik adalah ketercapaian siswa pada tingkat
kesegaran jasmani yang tinggi.
Sehat
fisik dapat dibagi menjadi:
·
Sehat statis, ialah fungsi alat-alat
tubuh normal dalam keadaan istirahat
·
Sehat dinamis, ialah fungsi alat-alat
tubuh pada waktu bekerja normal.
Agar
bisa mengikuti pelajaran dan berkonsentrasi terhadap mata pelajaran, seorang
siswa sekolah dasar tidak hanya perlu sehat, namun harus juga bugar. Sehat adalah
bebas dari penyakit. Sehat dengan arti bebas dari penyakit belum tentu menjamin
kemampuan anak untuk mampu bertahan dalam mengikuti pelajaran, berfikir, dan
berespon terhadap pelajaran yang diterima di kelas atau pada saat belajar di
rumah. Sehingga selain sehat juga harus bugar, bugar berarti
fungsi jantung-paru berkembang dengan baik sehingga aliran darah ke seluruh
tubuh termasuk ke otak lancar, sehingga menjamin oksigenasi otak dan mengurangi
rasa kantuk serta menambah daya konsentrasi. Selain itu, dengan kebugaran yang
baik maka sistem perototan menjadi mampu bertahan duduk mendengarkan dan
mengikuti pelajaran serta masih mempunyai tenaga untuk berlari dan beraktivitas
yang lain pada saat istirahat. Aktivitas pada saat istirahat di kelas, dan pada
pelajaran pendidikan jasmani merangsang tumbuh kembang anak terutama perkembangan
fisik.
2.
Perkembangan keterampilan berpikir
Hal
ini berkaitan dengan kognitif siswa, kesiapan kognisi bertalian dengan
pengetahuan, pikiran, dan kualitas berpikir seseorang dalam menghadapi situasi
belajar yang baru. Kemampuan-kemampuan ini tergantung pada tingkat kematangan
intelektual, latar belakang pengalaman, dan cara-cara pengetahuan sebelumnya
distruktur atau disusun ( Connell, 1974 ).
Contoh kematangan intelektual
antara lain adalah tingkat-tingkat perkembangan kognisi Piaget yaitu:
1.
Tahap sensori motorik (0-2 tahun), anak
dikendalikan oleh perasaan dan aktivitas motorik, serta terbatas pada benda
konkrit.
2. Tahap
pre operational (2-6 tahun), anak mulai mengenal simbol termasuk simbol verbal.
3. Tahap
concrete operational (7-11 tahun), anak mulai dapat membandingkan pendapat
namun masih tergantung pada masalah konkrit.
4.
Tahap formal operational (12 tahun ke
atas), pada tahap ini anak mulai dapat berpikir abstrak.
Sedangkan Ausubel mengatakan faktor
yang paling penting mempengaruhi belajar adalah apa yang sudah di ketahui oleh
anak-anak. Sedangkan perihal menstruktur kognisi dalam banyak kasus para siswa
dapat menstruktur kembali pengetahuan untuk penyesuaian dengan materi-materi
baru yang di terima dari pendidik. Akan tetapi pada kasus-kasus yang lain,
struktur kognisi itu dipegang erat-erat sehingga membuat pendidik mencari
pendekatan lain agar anak-anak dapat menangkap materi pelajaran baru itu.
3.
Adanya motivasi
Hal ini berkaitan dengan psikis
siswa, motivasi adalah dorongan baik dari dalam maupun dari luar diri siswa
untuk melakukan sesuatu termasuk belajar. Dengan adanya motivasi maka siswa
akan lebih memiliki kesiapan dalam mengikuti pembelajaran.
Motivasi
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:
·
Minat dan kebutuhan individu.
·
Persepsi terhadap tugas yang menantang.
·
Harapan sukses.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesiapan
pribadi baik fisik/jasmaniah maupun psikis/rohaniah memiliki pengaruh yang
besar terhadap keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan. Sehingga jika kita
hendak melakukan segala sesuatu harus dimulai dengan kesiapan diri agar
memperoleh hasil yang maksimal.
Daftar rujukan:
Kartaadinata, Sunaryo.
2007. Rambu-rambu Penyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
http://wordpress.com/faktor-faktor-kesiapan-siswa/
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=16234.msg50315#msg50315
Tidak ada komentar:
Posting Komentar